KISAH NYATA DUKUH LEGETANG,
DESA SODOM YANG ALLAH LENYAPKAN DALAM SEMALAM
Masih ingat dengan kisah kaum
sodom yang terjadi di zaman Nabi Luth a.s.?
Ternyata kisah yang serupa pernah
terjadi di suatu daerah di Indonesia.
Apa yang kita tangkap ketikan
mendengar kaum Nabi Luth?
Tidak lain dan tidak bukan adalah kaum homo atau kaum
yang senang melakukan persetubuhan sesama jenis.
Suatu perbuatan yang sangat
dibenci oleh Allah SWT, karena bencinya Allah SWT langsung menurunkan azab
dengan menenggelamkan dan membinasakan secara bersamaan.
Mirisnya, perbuatan-perbuatan
yang sangat dibenci oleh Allah SWT ini kini mulai terang-terangan muncul di
masayarakat umum. Termasuk di Indonesia negara yang mayoritas penduduknya
muslim.
Kaum Sodom dan Gomoroh adalah
kaum pada zaman Nabi Luth.a.s yang dilaknat oleh Allah SWT karena ulahnya yang
senang bermaksiat.
Ternyata kisah ini pernah
berulang pada tahun 1955 di suatu daerah yang bernama Dukuh Legetang,
Banjarnegara, Jawa tengah.
Sayangnya, kisah nyata yang
mengandung banyak pelajaran hidup ini tidak pernah disinggung sedikitpun
dibangku sekolahan.
Wajar jika sekarang banyak
masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui kejadian yang menimpa Dukuh Legetang
yang cukup menggemparkan itu.
Dukuh Legetang adalah sebuah
dukuh makmur yang lokasinya tidak jauh dari dataran tinggi Dieng, Banjarnegara,
Jawa Tengah.
Dukuh adalah istilah orang
Jawa untuk menyebut Pedukuhan (wilayah yang kedudukannya di bawahnya
kelurahan/desa).
Menurut kisahnya yang
bersumber dari warga sekitar Dukuh Legetang yang kini sudah cukup banyak
beredar di media internet, Dukuh Legetang merupakan suatu daerah yang tanahnya
sangat subur. Sehingga pertaniannya sangat
melimpah. Dan kualitas hasil pertaniannya pun lebih bagus dari daerah lainnya.
Sayangnya para penduduknya tidak pandai bersyukur dengan kenikmatan yang
diberikan oleh Allah SWT tersebut.
Mereka malah lalai dan asik
dengan hasil bumi yang melimpah tersebut, mereka gunakan hasil panennya untuk
kemaksiatan-kemaksiatan yang dibenci oleh Allah SWT. Judi, mabuk, dan zina
menjadi kesenangannya.
Masyarakat dukuh Legetang
umumnya ahli maksiat dan bukan ahli bersyukur. Perjudian disana merajalela,
begitu pula minum-minuman keras (yang sangat cocok untuk daerah dingin).
Tiap malam mereka mengadakan
pentas Lengger (sebuah kesenian yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang
sering berujung kepada perzinaan). Anak yang kawin sama ibunya dan beragam
kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh Legetang
Pada
tengah malam tanggal 16 April 1955, menjelang pergantian hari, Dusun Legetang
yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Pekasiran, Kecamatan Batur,
Banjarnegara, tiba-tiba lenyap dari permukaan bumi.
Sebanyak
332 jiwa penduduk Dusun Legetang dan 19 orang dari desa-desa tetangga yang
tengah berkunjung ke dusun tersebut ikut tertimbun dan dianggap meninggal.
Beredar
cerita tentang kondisi sosial masyarakat dusun yang sebagian besar berperilaku
kurang terpuji, yang mengingatkan orang akan kaum Sodom Gomorah yang dihukum
Tuhan dengan cara yang kurang lebih sama.
Yang
sangat aneh dan menjadi misteri adalah, mengapa kawasan antara kaki gunung dan
perbatasan Dusun Legetang yang berjarak beberapa ratus meter (jurang dan
sungai), tidak ikut tertimbun.
Dukuh
Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi
menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati.
Gegerlah kawasan dieng…
Suhuri (72) yang merupakan
warga Pekasiran RT 03/04 menjadi salah satu saksi tragedi tersebut. Ia
mengatakan, kejadian longsornya gunung Pengamunamun yang menenggelamkan Dukuh
Legetang terjadi pada tanggal 16/17 April 1955, sekitar pukul 23.00 wib.
"Warga pun kaget, karena Dukuh Legetang yang tadinya merupakan suatu
lembah yang sangat subur ternyata sudah tidak ada, yang ada hanyalah sebuah
pucuk gunung Pengamun-amun yang longsor menimbun seluruh lokasi dusun Legetang
bersama penduduknya".
Yang membuat warga lebih kaget dan terheran-heran lagi, antara gunung Pengamunamun dan Dukuh Legetang terdapat jarak yang terpisahkan oleh jurang dan sungai. Namun jurang dan sungai tersebut sama sekali tidak terdapat tanda-tanda tertimbun longsor.
Yang membuat warga lebih kaget dan terheran-heran lagi, antara gunung Pengamunamun dan Dukuh Legetang terdapat jarak yang terpisahkan oleh jurang dan sungai. Namun jurang dan sungai tersebut sama sekali tidak terdapat tanda-tanda tertimbun longsor.
Antara dukuh Legetang dan gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang,
yang sampai sekarang masih ada. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu
terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.
Misteri ini membuat orang-orang banyak yang berpendapat, bahwa pucuk gunung
tersebut terangkat dan jatuh menimpa Dukuh Legetang.
Siapa yang mengangkat?
Bagi masyarakat awam ini masih menjadi misteri.
Namun bagi umat muslim, Hanya Sang Pencipta gununglah yang mampu melakukan itu.
Pelajaran dari Kisah Nyata Dukuh Legetang
Kisah
ini tentu sangat mengingatkan kita dengan azab Allah SWT yang ditimpakan pada
kaum Nabi Luth yaitu kaum Sodom dan Gomoroh.
Dan
azab itu tidak berlaku untuk kaum Nabi Luth saja, azab itu bisa saja menimpa
kaum zaman sekarang. Terbukti dengan kejadian nyata yang menimpa Dukuh Legetang.
Artinya
sangat mudah bagi Allah SWT untuk mengazab manusia-manusia yang lalai dan
ingkar pada-Nya.
Melihat
fenomena zaman sekarang, yang mana kemaksiatan semakin merajalela, bahkan kaum
sodom (homo) seperti kaum Nabi Luth yang diazab karena perbuatannya kini makin
banyak bermunculan secara terang-terangan.
Kisah
tenggelamnya dukuh Legetang ini mungkin bisa juga kita kaitkan dengan
istilah istidraj, apa itu istidraj? Istidraj adalah
rizki yang banyak, melimpah tapi tidak membawa berkah malah merupakan suatu
musibah. Hal ini sangat perlu diperhatikan pada diri kita.
Jika
diri kita merasa rizki melimpah, hidup aman tentram, namun kualitas ibadah kita
buruk, dan hati jauh dari mengingat Allah SWT. Maka sebaiknya segera bertaubat
dan meminta petunjuk kepada Allah SWT.
Nabi
SAW bersabda,
“Apabila
engkau melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba,
sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah
istidraj dari Allah.”
Kemudian
Nabi SAW membaca firman Allah yang artinya,
“Tatkala
mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga bila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)
Wallahu
A’lam.
Sumber: eramuslim, kaskus, sindonews, hikmahkehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar