Ustad Abdul
Somad:
THE PHENOMENON
SERUNESIA.COM, Lelaki muda Riau
kurus ini, kini sudah jadi fenomena. Fenomena dalam gerakan Islam Indonesia
kontemporer.
Bisa dikatakan, ia fenomena baru pasca Habib Rizieq. Bedanya, Rizieq
pemimpin pergerakan (FPI) dan penggerak massa, Abdul Somad pendakwah, da’i,
mubaligh.
Kedua-duanya ulama berkharisma. Rizieq seorang habib, Abdul Somad bukan.
Dua-duanya berwatak keras, bersuara lantang, ucapannya tegas dan wawasan
keislamannya luas. Kelebihan Abdul Somad dari Rizieq adalah penguasaan sumber
kitab-kitab klasiknya lebih lengkap.
Dalam diri Abdul Somad, banyak kelebihan yang merupakan gabungan dari
beberapa sosok ulama-mubaligh masyhur di Indonesia. Lebih dari KH. Zainuddin
MZ, Abdul Somad menguasai sumber-sumber klasik Islam atau kitab kuning sebagai
sumber keilmuan dakwahnya.
Bila Zainuddin MZ hafal membacakan teks Arab dakwahnya, Abdul Somad dengan
nama kitabnya, nama pengarangnya, teks kalimatnya dan konteks kitab yang
dikutipnya itu.
Dan dalam penyebutan itu, ia hampir tidak pernah ada jeda berpikir dulu,
daya ingatnya luar biasa, informasi sumber kitab langsung mengalir dari
ingatannya. Kalangan ulama, kyai, habaib, ustadz dan mubaligh angkat topi atas
penguasaan sumber-sumber kitab klasiknya, semuanya hormat.
Yang unik dari Abdul Somad adalah hubungannya dengan NU. Dia orang NU tapi
tidak seperti ulama-ulama NU lainnya yang umumnya berseberangan dengan
mainstream atau dengan umat di luar NU.
Pikiran Abdul Somad tidak mewakili NU tapi mewakili independensi keilmuan
dirinya dan umat Islam.
Abdul Somad orang NU tapi membenarkan khilafah dengan dasar kutipan
kitabnya yang kuat dan juga simpatik pada Erdogan, bahkan mengidolakannya, yang
rata-rata orang NU tidak suka.
Bila dikelompokkan dengan ulama NU lainnya, mungkin ia sejalur dengan KH.
Hasyim Muzadi yang ketegasannya sama. Suara keduanya mewakili umat Islam bukan
hanya mewakili NU, tapi di NU tetap diterima. Hasyim di jajaran ulama senior,
Abdul Somad yunior.
Di kalangan para habib NU, Abdul Somad juga diterima karena kedalaman
ilmunya. Ia diundang ke halaqah habaib NU diberi kesempatan bicara yang
menunjukkan ke NU-an Somad dan sebelumnya dengan takzim mencium tangan Habib
Umar bin Hafidz dan Habib Luthfi Yahya yang kharismatik.
Mungkin Abdul Somad lebih mewakili NU garis lurus bersama Gus Nur tapi beda
popularitas, wawasan dan kematangan emosi.
Kematangan emosinya Somad bahkan jauh dibandingkan dengan Ketua PBNU
sendiri, Aqil Siraj. Tak heran, sebagian kalangan NU ada yang mengharapkan
Abdul Somad memimpin NU menggantikan Aqil Siraj.
Prediksi saya, bila itu terwujud, citra NU di masyarakat Muslim non NU akan
jauh membaik yang selama ini seolah selalu menempatkan diri harus selalu
berseberangan dengan gairah keislaman baru yang sedang berkembang.
Di luar NU, Abdul Somad juga pernah sowan ke Amien Rais di Yogyakarta yang
merepresentasikan pemimpin senior Muhammadiyah, profesor dan cendekiawan Muslim
senior yang tetap konsisten di sayap kritis atas penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan tawadhu dan pengakuan, kepada Prof. Amien Rais, Abdul Somad meminta
nasehat dan Amien Rais pun memberinya nasehat agar Abdul Somad berhat-hati
untuk tidak menjadi ulama yang datang ke penguasa dan mengetuk-ngetuk pintu
istana.
Bukan mustahil, sarjana alumni Mesir dan Maroko yang kurus, cerdas, tegas,
berilmu dan independen ini, akan menjadi pemimpin alternatif Islam Indonesia
masa depan yang diterima semua golongan. Sosoknya jarang ada pada ulama-ulama
lain yang selama ini dikenal.
Ceramah-ceramahnya padat ilmu dan humor-humornya segar. Ia tegas tapi
fleksibel, militan tapi juga kultural.
Dalam diri Abdul Somad ada kultur NU, ada kemajuan Muhammadiyah, ada nahyi
munkar FPI, ada aspirasi para habib, ada penerimaan pada khilafah bahkan ada
nuansa salafi-wahabi.
Lengkap sudah ulama yang satu ini dan, sekali lagi, bukan mustahil, inilah
sosok pemimpin Islam Indonesia masa depan yang selama ini sulit dicari!!
Wallahu ‘alam.
Penulis adalah DR. Moeflich Hasbullah, Pakar Sejarah Islam, Dosen UIN Sunan
Gunung Djati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar